Pay Later Makin Digemari di Indonesia: Solusi atau Beban Finansial? Analisis Lengkap untuk UPreader
Halo, UPreader! Belakangan ini, layanan pay later atau Buy Now Pay Later (BNPL) sedang naik daun di Indonesia. Menurut data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pembiayaan melalui platform ini melonjak 54,26% dalam setahun terakhir, mencapai Rp8,58 triliun per Mei 2025!
Tapi, di balik kemudahannya, apakah UPreader sudah memahami risiko dan dampak jangka panjang dari kebiasaan menggunakan pay later? Yuk, simak analisis lengkapnya!
1. Tren Pay Later di Indonesia: Fakta dan Angka Terkini
OJK mencatat, total pembiayaan digital (termasuk pinjaman online) mencapai Rp82,59 triliun pada 2025. Sektor BNPL menjadi penyumbang utama dengan pertumbuhan pesat. Namun, rasio Non-Performing Financing (NPF)-nya juga lebih tinggi (3,74%) dibandingkan sektor lain.
Apa artinya?
Masyarakat semakin mengandalkan pay later untuk kebutuhan sehari-hari.
Namun, risiko gagal bayar juga meningkat, terutama di kalangan generasi muda.
2. Kelebihan Pay Later: Kenapa Banyak Orang Tertarik?
Tanpa Kartu Kredit: Akses mudah hanya dengan KTP dan smartphone.
Bunga 0%: Banyak promo cicilan tanpa bunga di bulan pertama.
Fleksibel: Tenor mulai dari 1–12 bulan.
Contoh Kasus:
UPreader bisa belanja laptop Rp10 juta via pay later, lalu mencicil Rp1 juta/bulan tanpa bunga selama 10 bulan.
3. Risiko yang Sering Diabaikan
Denda Keterlambatan: Bisa mencapai 2–5% per hari dari total tagihan.
Skor Kredit Terganggu: Gagal bayar dilaporkan ke SLIK OJK dan memengaruhi kemampuan pinjam di masa depan.
Gaya Hidup Konsumtif: Studi OJK menunjukkan 40% pengguna pay later mengaku lebih boros.
Tips dari UptoSave:
"Gunakan pay later hanya untuk kebutuhan mendesak atau aset produktif, bukan gaya hidup!"
4. Pay Later vs Kartu Kredit: Mana Lebih Baik?
Kriteria | Pay Later | Kartu Kredit |
---|---|---|
Bunga | 0% (promo) atau 2–4%/bulan | 1.5–3%/bulan |
Limit | Rp1–20 juta | Rp5–100 juta |
Persyaratan | Lebih mudah | Butuh riwayat kredit |
Rekomendasi:
Untuk transaksi kecil (<Rp5 juta), pay later lebih praktis.
Untuk pembelian besar, kartu kredit dengan bunga rendah lebih aman.
5. Langkah OJK Mengawasi Industri Pay Later
OJK telah menerapkan aturan ketat, termasuk:
Ekuitas Minimum: Perusahaan pay later wajib memiliki modal Rp12,5 miliar.
NPF Maksimal 5%: Agar risiko gagal bayar terkendali.
Transparansi Biaya: Semua fee harus diinformasikan sejak awal.
Catatan: Saat ini, 14 dari 96 perusahaan pay later belum memenuhi syarat ekuitas. Pastikan UPreader memilih platform yang sudah terdaftar di OJK!
6. Cara Bijak Menggunakan Pay Later
Buat Anggaran: Alokasikan maksimal 20% dari penghasilan untuk cicilan.
Prioritaskan Kebutuhan: Hindari belanja impulsif.
Pantau Jadwal Bayar: Aktifkan pengingat agar terhindar dari denda.
Tool Gratis: Gunakan financial tracker di uptosave.com untuk memonitor semua cicilan dalam satu dashboard!
7. Alternatif Selain Pay Later
Jika UPreader ingin menghindari risiko pay later, coba opsi lain:
Tabungan Berencana: Sistem autodebet dengan bunga 3–6%/tahun.
Gadai Syariah: Bunga lebih rendah (0,8–1,5%/bulan).
Pinjaman Lunak: Program KUR dari pemerintah (bunga 6%/tahun).
Kata Kunci & Tag:
#PayLater #BNPL #KeuanganDigital #OJK #PinjamanOnline #CicilanTanpaBunga #TipsFinansial #UptoSave
UPreader, pay later ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi memudahkan, di sisi lain bisa menjerumuskan jika tidak bijak. Yuk, gunakan layanan ini dengan tanggung jawab! Jangan lupa share artikel ini ke teman-temanmu yang hobi pakai pay later.
Pertanyaan untuk UPreader:
"Pernahkah kamu mengalami kesulitan bayar pay later? Ceritakan pengalamanmu di kolom komentar!"
Sumber : https://www.merdeka.com/uang/butuh-dana-cepat-masyarakat-indonesia-makin-sering-pay-later-436805-mvk.html